Amnesia

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya. Namun pepapatah tersebut hanya celoteh belaka. Sebagai bukti, setelah kali sekian menjalani pergantian pemimpin, tidak sedikit kalangan petinggi dan rakyat Antah Barantah melupakan dasar negara. Ya, mereka sibuk dengan urusan dan kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Padahal, puluhan tahun silam hampir seluruh elemen bangsa di Antah Barantah termasuk kalangan pelajar diwajibkan mengikuti penataran tentang dasar negara yang merupakan hasil jerih payah para pendahulu termasuk kelompok ulama tradisional (tempo dulu) tersebut. Tujuannya antara lain, warga dari berbagai golongan, etnis, suku, dan agama memiliki wawasan kebangsaan. Dan keberagaman yang ada tidak terpecah belah. Semua demi bangsa dan negara.

Miris memang, seiring berjalannya waktu, sebagian penduduk di Antah Barantah terserang a�?Amnesiaa�?. Lupa terhadap apa yang pernah dilakukan bahkan jasa para pendahulunya. Mungkinkah itu disebabkan sekian banyak kepentingan? Bisa jadi demikian, namun hal tersebut bertolak belakang dengan kalangan bawah. Seluruh siswa mulai dari SD hingga SLTA di Antah Barantah hafal dan fasih melantunkan butir-butir yang ada pada dasar negara bahkan kalangan pendidikpun tidak ketinggalan turut mengamalkan dengan memberi contoh dalam bentuk pengamalan.

Bak terjaga dari tidur lantaran mimpi buruk, kini para petinggi dan pemangku kepentingan di Antah Barantah sibuk menyerukan kepada penduduk negeri untuk mengingat dan mengamalkan kembali dasar negara dalam kehidupan sehari-hari. Kendati terlambat justru lebih baik daripada tidak sama sekali. Dan berdasarkan cerita, penderita a�?amnesiaa�? akan kembali tersadar jika dibenturkan pada persoalan yang menjadi penyebabnya.

Berdasarkan butir-butir yang ada pada dasar negara, bukan saja mempersatukan keragaman suku, keragaman etnis, keragaman budaya, keragaman pulau, tapi juga keragaman agama dan lainnya. Bahkan bukan saja berkeadilan dan beradab, tapi juga persatuan yang kuat (tidak mudah terpecah belah), seluruh bermusyawarah untuk mufakat, dan berjiwa sosial atau memiliki kepedulian dengan sesama atau dengan lingkungan serta alam sekitar beserta isinya.

Justru jika dasar negara tersebut betul-betul diamalkan dalam kehidupan sehari-hari sesuai profesi masing-masing sejak puluhan tahun silam tanpa melihat siapa pemimpinnya, niscaya Antah Barantah sudah mampu menggapai impian dan cita-cita para penduhulunya. Kini apa yang telah dialami atau semua mimpi buruk di siang hari yang telah terjadi menjadi pelajaran berharga bahkan pijakan untuk menggapai harapan baru yang memang dinantikan anak bangsa dalam menjalani kehidupan di hari kelak.

Menata dan menyatukan kembali yang tercerai berai merupakan langkah bijak dalam merajut asa. Di sisi lain dalam berpolitik juga harus betul-betul berdasarkan azas dasar negara, bukan demi kepentingan pribadi atau kelompok. Sebelumnya kebodohan membawa kehancuran sudah saatnya pembodohan bangsa dihentikan. Ingat, banyak pihak lain yang ingin memanfaatkan seluruh potensi di Antah Barantah.

Bersatu padu (mempererat) persaudaraan, berkembangsaan, dan bernegara perlu dilakukan semua pihak. Dan sebagai bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya, rakyat juga jangan mudah diadu domba dengan isu-isu yang mengarah pada perpecahan. Di sisi lain, para pemangku kebijakan harus mampu member tauladan kepada mereka yang dipimpinya, bukan melulu berebut tahta dan harta seperti selama ini terjadi.

A�Amnesia yang menggerogoti Antah Barantah belum kronis. Masih banyak a�?doktera�? sepesialis yang dapat dijadikan rujukan dan memberi resep demi kesembuhan. Hentikan berbagai proganda bak baru terjaga dari tidur dengan melakukan perbuatan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Bukankah memberi contoh dalam perbuatan lebih baik dibandingkan dengan banyak berkata-kata? Sudah waktunya banyak berbuat bukan banyak bicara.

[lightbox thumb=”https://faktualmedia.co/wp-content/uploads/2017/06/pancasila.jpg”]