Angin Surga Semusim

Suhu politik di Lampung saat ini kian memanas. Betapa tidak, menjelang pemilihan gubernur (pilgub) medio 2018 tersebut, berbagai kalangan baik bupati, petahana, maupun politikus sudah mulai menebar angin surga.

Mereka yang menjabat bupati/wali kota atau petahana sudah menabur jurus-jurusnya dengan berbagai program andalan termasuk memanfaatkan apa yang telah dicanangkan pemerintah pusat. Dari jalan tol hingga pembagian beasiswa bagi para pelajar.

Blusukan menjadi agenda favorit. Demikian pula kegiatan keagamaan dan kesenian dikemas sedemikian rupa sehingga betul-betul menjadi a�?penampakan semua�?.A� Program kesejahteraan rakyat terus dihembuskan agar rakyat terbuai. Kenapa itu semua terjadi pada saat menghadapi pilkada dan pil-pil lain?

Menjaga keamanan dan membantu rakyat yang kesulitan merupakan tugas pemimpin dan harus dilakukan sejak awal mereka dilantik menjadi orang nomor satu. Sungguh miris memang, sebelumnya tidak sedikit pemimpin yang mengeluh lantaran anggaran pembangunan terbatas. Namun menjelang suksesi semua menjadi a�?sim salabima�?.

Di sisi lain, rakyat yang selama ini bak makan buah simalakama semakin terbius dengan janji=janji, program, dan blusukan sang calon. Bagi mereka yang awam bertaburnya a�?kadoa�? merupakan saat yang dinantikan. A�Walau hanya untuk kepuasaan sesaat tidak apa, dari pada tidak mendapat apa=apa sama sekali.

Padahal pengalaman telah mengajarkan, apa yang telah didapai tidak sepadan dengan kebutuhan jangka panjang. Sementara kehidupan masih tetap berlangsung dan bakal dilangsungkan generasi sampai generasi berikutnya secara turun temurun.

Satu tahun alias 360 hari bukan waktu yang panjang dan masa yang singkat untuk menentukan pilihan. Intropeksi dan berbuat demi masa depan banyak pihak merupakan langkah bijak.

Angin surga memang menggiurkan. Namun perlu pula disadari siapa yang menabur angin justru bakal menuai badai.A� Lantas siapa yang mampu menangkal? Cukup sulit terlebih tidak ada pilihan lain serta pembodohan bangsa telah menjadi budaya seperti yang terjadi selama ini.

Bak panas setahun diguyur hujan sehari. Kepiluan yang selama ini melanda seketika sirna lantaran datangnya angin surga semusim. Itu merupakan masa lalu dan pengalaman pahit.

Semua mahfum, Sang Maha Pencipta (Allah) tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri. Terlebih rakyat kini sudah pandai, sudah tentu tidak akan mau mengulangi kesalahan yang sama untuk kali kesekian. Biarlah angin surga semusim berlalu dengan aroma bunga yang di terpanya.