Faktualmedia.co
Faktualmedia.co – Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menegaskan aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau yang terletak di Selat Sunda terus meningkat.
PVMBG Badan Gelologi Kementerian ESDM telah menaikkkan status Gunung Anak Krakatau dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III). Zona berbahaya diperluas dari 2 kilometer menjadi 5 kilometer.
“Masyarakat dan wisatawan dilarang melakukan aktivitas di dalam radius 5 kilometer dari puncak kawah Gunung Anak Krakatau. Naiknya status Siaga (Level III) ini berlaku terhitung mulai 27 Desember 2018 pukul 06.00 WIB,” tegas Sutopo kepada wartawan di Jakarta Kamis (27/7).
Berdasarkan pengamatan Gunung Anak Krakatau selama 27 Desember 2018 pukul 00.00 – 06.00 WIB, aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau masih berlangsung.
“Tremor terus-menerus dengan amplitude 8-32 milimeter (dominan 25 milimeter), dan terdengar dentuman suara letusan,” kata Sutopo.
Oleh sebab itu, PVMBG merekomendasikan masyarakat dan wisatawan dilarang melakukan aktivitas di dalam radius 5 km dari puncak kawah karena berbahaya terkena dampak erupsi berupa lontaran batu pijar, awan panas dan abu vulkanik pekat. Di dalam radius 5 km tersebut tidak ada permukiman.
Saat ini aktivitas letusan masih berlangsung secara terus menerus, yaitu berupa letusan Strombolian disertai lontaran lava pijar dan awan panas. Pada 26 Desember 2018 terpantau letusan berupa awan panas dan Surtseyan.
“Awan panas ini yang mengakibatkan adanya hujan abu. Dominan angin mengarah ke baratdaya sehingga abu vulkanik menyebar ke baratdaya ke laut,” ujar Sutopo.
Dia menjelaskan, adanya beberapa lapisan angin pada ketinggiaan tertentu mengarah ke timur menyebabkan hujan abu vulkanik tipis jatuh di Kota Cilegon dan sebagian Serang pda 26 Desember 2018 sekitar pukul 17.15 WIB. Menurut dia, hal itu tidak berbahaya. Abu vulkanik justru menyuburkan tanah.
“Masyarakat agar mengantisipasi menggunakan masker dan kacamata saat beraktivitas di luar saat hujan abu,” ungkapnya.
Berdasarkan data PVMBG, Gunung Anak Krakatau aktif kembali dan memasuki fase erupsi mulai Juli 2018. Erupsi selanjutnya berupa letusan-letusan Strombolian, yaitu letusan yang disertai lontaran lava pijar dan aliran lava pijar yang dominan mengarah ke tenggara. Erupsi yang berlangsung fluktuatif.
Sementara, pada 22 Desember 2018 terjadi erupsi namun tercatat skala kecil, jika dibandingkan dengan erupsi periode September-Oktober 2018. Hasil analisis citra satelit diketahui lereng barat-baratdaya longsor (flank collapse) dan longsoran masuk ke laut.
“Inilah kemungkinan yang memicu terjadinya tsunami,” pungkas Sutopo. (Gus)